Makalah Kewarganegaraan : Makna Demokrasi dalam Pancasila sila ke-4
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kehendak rakyat adalah dasar utama kewenangan
pemerintahan menjadi basis tegaknya system politik demokrasi. Demokrasi
meletakkan rakyat pada posisi penting, hal ini karena masih memegang teguh
rakyat selaku pemegang kedaulatan.
Setiap Negara menganut system ketatanegaraan. Salah
satu contohnya adalah sistem pemerintahan demokrasi. Salah satu sistem
pemerintahan klasik yang sudah ada sejak zaman Yunani kuno.
Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara pada umumnya
memberikan pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan
dalam masalah-masalah pokok yang mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai
kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat. Dengan demikian Negara
demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai
upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk
dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Berdasarkan ketertarikan penulis terhadap hal
tersebut, maka lahirlah makalah yang berjudul “Makna Demokrasi dalam Pancasila
Sila ke-4”.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian demokrasi ?
2.
Bagaimana hubungan demokrasi dengan pancasila
sila ke-4?
3.
Bagaimana proses pelaksanaan demokrasi di
Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui pengertian demokrasi,
2.
Untuk mengetahui hubungan demokrasi dengan
pancasila sila ke-4,
3.
Untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan
demokrasi di Indonesia.
Kakuchi Photocopy Sigli
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Demokrasi
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos
yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga
dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem
pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan
warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam
arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara
langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas.
Menurut Abraham Lincoln (Presiden AS ke-16),
demokrasi adalah pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat (Democracy is
government of the people, by the people and for the people). Azas-azas pokok demokrasi
dalam suatu pemerintahan demokratis adalah:
1.
pengakuan partisipasi rakyat dalam pemerintahan,
misalnya melalui pemilihan wakil-wakil rakyat untuk parlemen secara bebas dan
rahasia; dan
2.
pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak
azasi manusia.
Demokrasi ini berpangkal pada teori pemisahan
kekuasaan yang dikemukakan oleh para filsuf bidang politik dan hukum.
Pelopornya adalah John Locke (1632-1704) dari Inggris, yang membagi kekuasaan
negara ke dalam tiga bidang, yaitu eksekutif, legislatif dan federatif. Untuk
menghindari terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, ketiga bidang itu harus
dipisahkan. Charles Secondat Baron de Labrede et de Montesquieu (1688-1755)
asal Prancis, memodifikasi teori Locke itu dalam teori yang disebut Trias
Politica pada bukunya yang berjudul L’Esprit des Lois. Menurut Montesquieu,
kekuasaan negara dibagi menjadi: legislatif (kekuasaan membuat undang-undang),
eksekutif (kekuasaan melaksanakan undang-undang) dan yudikatif (kekuasaan
mengatasi pelanggaran dan menyelesaikan perselisihan antarlembaga yang
berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang).
B. Hubungan Demokrasi dan
Pancasila Sila ke-4
Istilah demokrasi itu sendiri, tidak termaktub dalam
Pembukaan UUD 1945, yang memuat Pancasila. Namun, esensi demokrasi terdapat
dalam Sila keempat Pancasila, Kedaulatan Rakyat yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksnaan berdasar Permusyawaratan/ Perwakilan. Sejauh apa demokrasi kita
merupakan perwujudan Sila keempat itu ?
Pancasila yang mempunyai hierarki dalam setiap
sila-sila dalam pancasila yang mempunyai wujud kepedulian terhadap bangsa
Indonesia. Sila pertama yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”, yang mempunyai arti
bahwa negara dan bangsa Indonesia mengakui adanya Tuhan dan Mempercayai agama
dan melaksanakan ajaran-ajaran agama yang dianut oleh bangsa Indonesia. Sila
yang kedua sampai sila kelima merupakan sebuah akisoma dari sisi humanisme
bangsa Indonesia itu sendiri. Dengan masyarakat Indonesia yang dikatakan
heterogen, yang mempunyai kebudayaan, bahasa, suku yang berbeda-beda, maka
pancasila inilah yang menjadi sebuah kekuatan untuk mempersatukan masyarakat
yang heterogen ini (bhineka tunggal ika). Pancasila tidak memandang stereotype
suatu suku, suatu adat, atau budaya. Integrasi masyarakat yang heterogen
menjadi masyarakat yang homogen dapat terwujud bila adanya rasanya persatuan
dan kesatuan. Dinamika masyarakat yang heterogen menjadikan kekuatan Indonesia
dalam menjadikan sebuah yang dinamakan “bangsa”, tetapi dapat menghancurkan
Indonesia itu sendiri bila tidak ada rasa untuk bersatu.
Ketika para pendiri bangsa ini merumuskan UUD 1945,
sudah tentu ingin memberikan system ketatanegaraan yang terbaik bagi bangsa
ini. Yang terbaik itu, adalah yang sesuai dengan kondisi bangsa yang sangat
plural, baik dari aspek etnis, agama ,dan sosial budaya. Bahwa kedaulatan
ditangan rakyat, mekanismenya berdasar Permusyawaratan/ Perwakilan. Sudahkah
esensi demokrasi seperti itu diterjemahkan dalam kehidupan demokrasi kita?
Sudahkah UU Pemilu kita benar-benar merujuk pada esensi demokrasi yang
dicita-citakan para pendiri bangsa ini? Sudahkah mekansime demokrasi yang kita
tempuh dalam setiap pengambilan keputusan merujuk ke esensi demokrasi yang kita
cita-citakan?
Demokrasi merupakan nilai dari pancasila, dimana
nilai tersebut memiliki makna dan hubungan yang erat. Adapun makna yang
terkandung dalam pancasila sila ke-4 ( “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” ) adalah sebagai berikut :
1.
Setiap warga negara Indonesia memiliki
kedudukan, hak dan kewajiban yang sama,
2.
Tidak Boleh memaksakan kehendak kepada orang
lain,
3.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil
keputusan untuk kepentingan bersama,
4.
Menghormati dan menjunjung tinggi setiap
keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah,
5.
Didalam musyawarah diutamakan kepentingan
bersama diatas kepentingan pribadi atau golongan, dan
6.
Memberikan kepercayaan kepada wakil-Wakil yang
dipercayai untuk melaksanakan permusyawaratan.
Mengenai sila keempat daripada Pancasila, dasar
filsafat negara Indonesia, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyarawatan/perwakilan dapat diketahui dengan empat hal
sebagai berikut :
1.
Sila kerakyatan sebagai bawaan dari persatuan
dan kesatuan semua sila, mewujudkan penjelmaan dari tiga sila yang
mendahuluinya dan merupakan dasar daripada sila yang kelima.
2.
Di dalam Pembukaan Undang-undang Dasar, sila
kerakyatan ditentukan penggunaannya yaitu dijelmakan sebagai dasar politik
Negara, bahwa negara Indonesia adalah negara berkedaulatan rakyat.
3.
Pembukaan Undang-undang Dasar merupakan pokok
kaidah Negara yang fundamentil sehingga dengan jalan hukum selama-lamanya tidak
dapat diubah lagi, maka dasar politik Negara berkedaulatan rakyat merupakan
dasar mutlak daripada Negara Indonesia.
4.
Dasar berkedaulatan rakyat dikatakan
bahwa,”Berdasarkan kerakyatan dan dalam permusyarawatan/perwakilan, oleh karena
itu sistem negara yang nanti akan terbentuk dalam Undang-undang dasar harus
berdasar juga, atas kedaulatan rakyat dan atas dasar
permusyarawatan/perwakilan”. Sehingga Negara Indonesia adalah mutlak suatu
negara demokrasi, jadi untuk selama-lamanya.
Sila ke-empat merupakan penjelmaan dalam dasar
politik Negara, ialah Negara berkedaulatan rakyat menjadi landasan mutlak
daripada sifat demokrasi Negara Indonesia. Disebabkan mempunyai dua dasar mutlak,
maka sifat demokrasi Negara Indonesia adalah mutlak pula, yaitu tidak dapat
dirubah atau ditiadakan.
Berkat sifat persatuan dan kesatuan daripada
Pancasila, sila ke-empat mengandung pula sila-sila lainnya, sehingga kerakyatan
dan sebagainya adalah kerakyatan yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa, Yang
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia dan yang
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
C.
Demokrasi di Indonesia
Bisa dikatakan bahwa Indonesia sangat berpotensi
menjadi kiblat demokrasi di kawasan Asia, berkat keberhasilan mengembangkan dan
melaksanakan sistem demokrasi. Menurut Ketua Asosiasi Konsultan Politik Asia
Pasifik (APAPC), Pri Sulisto, keberhasilan Indonesia dalam bidang demokrasi bisa
menjadi contoh bagi negara-negara di kawasan Asia yang hingga saat ini beberapa
di antaranya masih diperintah dengan „tangan besi‟. Indonesia juga bisa menjadi
contoh, bahwa pembangunan sistem demokrasi dapat berjalan seiring dengan upaya
pembangunan ekonomi. Ia menilai, keberhasilan Indonesia dalam bidang demokrasi
yag tidak banyak disadari itu, membuat pihak luar termasuk Asosiasi
Internasional Konsultan Politik (IAPC), membuka mata bangsa Indonesia, bahwa
keberhasilan tersebut merupakan sebuah prestasi yang luar biasa. Prestasi tersebut
juga menjadikan Indonesia sangat berpotensi mengantar datangnya suatu era baru
di Asia yang demokratis dan makmur.
Sementara itu, mantan wakil perdana menteri Malaysia,
Anwar Ibrahim, menyebutkan bahwa demokrasi telah berjalan baik di Indonesia dan
hal itu telah menjadikan Indonesia sebagai negara dengan populasi 4 besar dunia
yang berhasil melaksanakan demokrasi.
Perkembangan demokrasi di Indonesia dari segi waktu
dapat dibagi dalam empat periode, yaitu :
1. Periode 1945-1959 Demokrasi Parlementer
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan
demokrasi parlementer. Sistem parlementer ini mulai berlaku sebulan setelah
kemerdekaan diproklamasikan. Sistem ini kemudian diperkuat dalam Undang-Undang
Dasar 1949 (Konstitusi RIS) dan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950.
Meskipun sistem ini dapat berjalan dengan memuaskan di beberapa negara Asia
lain, sistem ini ternyata kurang cocok diterapkan di Indonesia. Hal ini
ditunjukkan dengan melemahnya persatuan bangsa. Dalam UUDS 1950, badan
eksekutif terdiri dari Presiden sebagai kepala negara konstitusional
(constitutional head) dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan.
2. Periode 1959-1965 (Orde Lama)
Demokrasi Terpimpin Pandangan A. Syafi‟i
Ma‟arif,
demokrasi terpimpin sebenarnya ingin menempatkan Soekarno seagai “Ayah” dalam
famili besar yang bernama Indonesia dengan kekuasaan terpusat berada di tangannya.
Dengan demikian, kekeliruan yang besar dalam Demokrasi Terpimpin Soekarno
adalah adanya pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi yaitu absolutisme dan
terpusatnya kekuasaan hanya pada diri pemimpin. Selain itu, tidak ada ruang
kontrol sosial dan check and balance dari legislatif terhadap eksekutif.
3. Periode 1965-1998 (Orde Baru) Demokrasi Pancasila
Ciri-ciri demokrasi pada periode Orde Lama antara
lain presiden sangat mendominasi pemerintahan, terbatasnya peran partai
politik, berkembangnya pengaruh komunis, dan meluasnya peranan ABRI sebagai
unsur sosial politik. Menurut M. Rusli Karim, rezim Orde Baru ditandai oleh;
dominannya peranan ABRI, birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan
politik, pembatasan peran dan fungsi partai politik, campur tangan pemerintah
dalam persoalan partai politik dan publik, masa mengambang, monolitisasi
ideologi negara, dan inkorporasi lembaga nonpemerintah
4. Periode 1998-sekarang( Reformasi )
Orde reformasi ditandai dengan turunnya Presiden
Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998. Jabatan presiden kemudian diisi oleh wakil
presiden, Prof. DR. Ir. Ing. B.J. Habibie. Turunnya presiden Soeharto
disebabkan karena tidak adanya lagi kepercayaan dari rakyat terhadap
pemerintahan Orde Baru.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem
pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan
warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
2.
Pada kata Demokrasi ternyata memiliki hubungan
yang sangat erat dengan pancasila sila ke-4 yang berbunyi (“Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” ).
3.
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia sudah
berjalan dengan baik, di buktikan dengan kedudukan Indonesia sebagai negara
dengan populasi 4 besar dunia yang berhasil melaksanakan demokrasi dan juga
Menurut Ketua Asosiasi Konsultan Politik Asia Pasifik (APAPC), Pri Sulisto,
keberhasilan Indonesia dalam bidang demokrasi bisa menjadi contoh bagi
negara-negara di kawasan Asia yang hingga saat ini beberapa di antaranya masih
diperintah dengan „tangan besi‟.
B. Saran
Mari kita tentukan kemana arah pembangunan demokrasi pancasila
akan kita bawa. Tentunya dengan memperhatikan nilai-nilai yang ada pada
pancasila sebagai Ideologi bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Bestari, Prayoga dkk. 2008.
Menjadi Warga Negara Yang Baik. Jakarta. PT. Pribumi Mekar
Bolo, Andreas Doweng dkk. 2000.
Pendidikan Nilai Pancasila. Bandung. Unpar Press
Sajari. 2008. Kewarganegaraan.
Jakarta. PT. Bengawan Ilmu
Sudarsih dkk. 2008. Moral
Pancasila. Jakarta. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional
Sunarso dan Kusumawardani, Anis.
2008. Pendidikan kewarganegaraan. Jakarta. Pusat Perbukuan, Departemen
Pendidikan Nasional
Widayati, Wahyuningrum dkk.
2008. Moral Pancasila. Jakarta. Pusat Perbukuan,
Departemen Pendidikan Nasional
Yaminii. 2008. Kewarganegaraan.
Surabaya. PT. Surabaya Intelektual Club
By. Kakuchi Photocopy Sigli