Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Penerapan Toilet Training Pada Batita Usia 18 bulan
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Toilet training pada anak
merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol melakukan buang
air kecil dan buang air besar. Beberapa ahli berpendapat toilet training efektif
bisa diajarkan pada anak usia mulai dari 18 bulan sampai dengan 3 tahun, karena
anak usia 18 bulan memiliki kecakapan bahasa untuk mengerti dan berkomunikasi.
Keinginan kuat dari batita adalah menirukan orang tuanya. (Rahmi, 2008).
Dalam melakukan pelatihan
buang air kecil dan besar pada anak membutuhkan persiapan baik secara fisik
maupun secara intelektual melalui persiapan tersebut diharapkan anak mampu
mengontrol buang air besar dan air kecil secara mandiri. Pada toilet training
selain melatih batita mengontrol buang air kecil dan besar juga dapat
bermanfaat dalam pendidikan seks. Sebab saat batita melakukan kegiatan tersebut
disitu batita akan mempelajari anatomi tubuhnya sendiri serta fungsinya. Dalam
proses toilet training diharapkan terjadi pengaturan impuls atau rangsangan dan
instink batita dalam melakukan buang air besar dan air kecil. Dan perlu
diketahui bahwa buang air besar merupakan suatu alat pemuasan untuk melepaskan ketegangan
dengan latihan ini batita diharapkan dapat melakukan usaha penundaan pemuasan.
(Hidayat, 2005)
Toilet training (mengajarkan balita ke toilet) adalah cara balita
untuk mengontrol kebiasaan membuang hajatnya di tempat yang semestinya,
sehingga tidak sembarang membuang hajatnya. (Rahmi, 2008)
Pada waktu malam, latihan
buang air kecil (miksi) menjadi tidak sempurna atau lengkap sampai usia 4-5
tahun. Di siang hari ngompol dapat juga terjadi terutama pada saat aktivitas
bermain menyita penuh perhatian balita, sehingga bila mereka tidak diingatkan
maka mereka akan terlambat pergi ke kamar mandi. Pada balita laki-laki, mampu
untuk berdiri dan meniru ayahnya setelah diajarkan mengenai toilet training
merupakan motivasi yang kuat selama masa prasekolah. Beberapa teknik dianjurkan
untuk batita yang koperatif, seperti menggunakan pispot “portable” yang
memberikan perasaan aman pada balita atau pispot protable yang berada pada satu
tempat dengan kloset yang digunakan sehari-hari. Apabila pispot tidak tersedia,
batita dapat duduk atau jongkok diatas toilet dengan bantuan. perkuat toilet training dengan memotivasi balita
untuk duduk pada pispot dalam jangka waktu yang relatif lama. Balita dianjurkan
untuk meniru orang lain (kakaknya) dan menghindari contoh yang keliru. (Nursalam, 2005)
Menurut American Accademy of Pediatric, tak ada
batasan usia yang tepat, karena semuanya tergantung dari kesiapan fisik dan
psikis si batita. Beberapa batita berusia 1 hingga 2 tahun sudah dapat
menunjukkan tanda-tanda siap untuk toilet training namun banyak juga batita
yang hingga berumur 30 bulan atau lebih tidak siap dengan konsep toilet training.
(Rahmi, 2008)
Beberapa ahli berpendapat
bahwa ada usia tertentu dimana seorang batita harus diajarkan toilet training. Usia yang tepat untuk
diajarkan hal ini adalah saat anak berusia 12 tahun. Karena jika balita pada
usia tersebut belum siap diajarkan maka orang tua tidak perlu untuk memaksakan
batita mereka karena dapat berdampak negatif bagi hubungan batita dan orang tua
di kemudian hari. Mengajari batita untuk menggunakan tolilet membutuhkan waktu,
pengertian dan kesabaran yang paling penting di ingat adalah orang tua tidak
bisa mengharapkan dengan cepat si batita langsung bisa menggunakan toilet.
Toilet training sebaiknya di ajarkan dengan santai dan tanpa kemarahan. Karena
orang tua khususnya peran ibu merupakan sebagai fasilitator dalam mengajarkan
si batita untu membuang hajatnya di kamar mandi (toilet training). (Rahmi,
2008)
Setiap batita mempunyai
perkembangan yang berbeda-beda dan unik. Beberapa batita sudah siap dengan
toilet training dari kecil. Mungkin batita baru 18 bulan, batita sudah dapat
belajar menggunakan toilet, tetapi ada beberapa batita yang belum siap dan
memerlukan waktu yang lebih lama, misalnya setelah ia berumur 3 tahun. Bila batita
sudah dapat mengganti diaper atau dapat membuka celana sendiri pada saat mereka
buang air kecil, belum tentu batita siap untuk belajar dengan metode toilet
training. Seorang batita memerlukan perkembangan fisik dan emosional yang baik
untuk dapat belajar hal ini. (Rahmi,
2008)
Sebagai orang tuanya,
buatlah pelajaran pengenalan toilet sehalus dan sealami mungkin bahwa batita
memerlukan proses tersebut, jangan sampai melatihnya dengan memaksa atau dengan
nada mengancam, jika dia mengalami traumatik toilet maka pembelajaran tersebut
akan berlarut-larut. Salah satu cara mengajarkan pada batita yang cukup efektif
adalah dengan menirukan apa yang dilakukan orang tuanya., kemudian diletakkan
didekat kloset dan biarkan ia mencontoh orang tua untuk menggunakan kloset
dengan memakai pispot. Letakan pispot di samping kloset, biarkan si kecil
menirukan orang tuanya saat BAB dan BAK. Tanda-tanda
fisik dan mental sebenarnya bukan merupakan faktor utama dari seni keterampilan
sadar toilet ini. Motivasi adalah kunci utamnya, jika di batita menunjukkan hasratnya untuk pergi dan mengenal kamar
mandi, sebagai bagian dari hasrat peniruan perilaku orang-orang dewasa
sekitarnya, maka dari itu waktunya bagi orang tua untuk merespon dan
mengajarkan pada batita cara metode toilet
training. (Rahmi, 2008)
Data yang diperoleh dari
jumlah pengunjung posyandu Delima di Puskesmas Pembantu Air Paoh Wilayah Kerja
Puskesmas Sukaraya Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu dengan
jumlah ibu yang mempunyai batita yang berumur 18 bulan – 3 tahun sebanyak 68
batita. (Buku Daftar Pengunjung Posyandu Delima , 2009).
Dengan
alasan tersebut di atas maka penulis tertarik untuk menyusun proposal karya
tulis ilmiah yang berjudul Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Penerapan Toilet
Training Pada Batita Usia 18 bulan – 3 Tahun
Di Posyandu Delima Puskesmas Pembantu Air Paoh Wilayah Kerja Puskesmas
Sukaraya Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009.
B.
Rumusan
Masalah
Belum diketahuinya Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Penerapan Toilet Training
Pada Batita Usia 18 bulan – 3 tahun Di Posyandu
Delima Puskesmas Pembantu Air Paoh Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraya
Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009.
C.
Pertanyaan
Penelitian
- Seperti apakah Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Penerapan Toilet Training Pada Batita Usia 18 bulan – 3 Tahun Di Posyandu Delima Puskesmas Pembantu Air Paoh Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraya Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009.
D.
Tujuan
Penelitian
- Tujuan Umum
Diketahuinya Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Penerapan Toilet Training
Pada Batita Usia 18 bulan – 3 Tahun Di Posyandu
Delima Puskesmas Pembantu Air Paoh Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraya
Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009.
- Tujuan Khusus
Diketahuinya Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Cara Penerapan Toilet
Training Pada Batita Usia 18 bulan – 3 Tahun
Di Posyandu Delima Puskesmas Pembantu Air Paoh Wilayah Kerja Puskesmas
Sukaraya Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009.
E.
Manfaat
Penelitian
- Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat menambah wawasan dan analisa peneliti di masyarakat. Hasil
penelitian ini dapat menambah pengetahuan peneliti tentang penerapan toilet
training pada batita usia 18 bulan – 3 tahun.
- Bagi Ibu
Hasil penelitian dapat
menjadi masukan dan tambahan pengetahyan bagi ibu dalam menerapkan toilet
training pada batita usia 18 bulan – 3 tahun.
- Bagi Tenaga Kesehatan
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi kepada petugas kesehatan sehingg dapat
meningkatkan promosi kesehatan dalam menerapkan toilet training pada batita
usia 18 bulan – 3 tahun.
- Bagi Instansi Pendidikan
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat digunakan sebagai alat ukur kemampuan mahasiswa, sehingg dapat
menjadi bahan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dalam proses belajar
mengajar bagi siswa kesehatan jurusan keperawatan.
F.
Ruang
Lingkup Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan dalam wilayah kerja Puskesmas Sukaraya Kecamatan
Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009, waktu penelitian ini
akan dilaksanakan pada bulan Mei – Juni 2009.
Karena
keterbatasan peneliti maka variabel yang diteliti hanya pengetahuan keluarga
tentang penerapan toilet training, karena peneliti menganggap pengetahuan
merupakan faktor yang paling utama dan paling mendukung.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
Konsep
Toilet Training
1.
Definisi
Toilet training merupakan
metode pelatihan buang air untuk balita atau metode yang diberikan kepada
balita agar membuang air besar atau kecil di toilet atau kamar mandi. Selain memberikan training, orang tua juga harus belajar
memperhatikan sinyal si balita jika dia memang benar-benar mau BAB atau BAK.
Anak yang sudah diajarkan teknik toilet training, maka balita akan mulai
mempunyai kesadaran terhadap diri sendiri. Mereka mencari cara untuk menguji
keterbatasan mereka dengan cara menahan keinginan BAB atau BAKnya. Biarkan si
balita mempelajari dan memperhatikan anda menggunakan toilet dan ketika balita
mulai bertanya dan ikutan masuk ke dalam toilet, buatlah agar si balita merasa
nyaman dan mulai untuk menjelaskan fungsi dan cara-cara penggunaanya. Berilah
contoh padanya, karena balita akan memulai untuk menirukan orang tuanya. Karena
dengan salah satu cara ini mungkin orang tua akan lebih berhasil
dalam
semua
proses ini. Jika orang tua bisa terjun langsung membimbing si buah hati dan
berilah cukup waktu untuk menemaninya dalam menjalani proses ini.
2.
Tanda-tanda kesiapan si kecil untuk mulai
training
a.
Anak tidak mengompol minimal 2 jam saat siang
hari atau setelah tidur siang.
b.
BAB menjadi teratur dan dapat diprediksi.
c.
Ekspresi wajah, postur tubuh dan kata-kata yang
menunjukkan keinginan BAB atau BAK.
d.
Anak sudah dapat mengikuti perintah-perintah
sederhana.
e.
Anak dapat berjalan dari dan ke kamar mandi
serta membantu melepas pakaian.
f.
Anak nampak tidak nyaman dengan popok yang kotor
dan ingin dig anti.
g.
Anak meminta menggunakan toilet atau pot.
h.
Anak meminta menggunakan pakaian dalam seperti
anak yang lebih besar.
3.
Saat mengenalkan toilet training pada balita
a.
Umur anak antara usia 18 bulan sampai dengan 3
tahun sebelum mereka cukup dewasa untuk pergi sendiri ke toilet.
b.
Perlu di ingat bahwa toilet training adalah
pengetahuan baru untuk anak balita anda.
c.
Pujilah setiap keberhasilan kecil dan tetap
tenang jika terjadi kecelakaan.
d.
Berikan pelatihan buang air (toilet training)
dengan rasa humor yang tinggi.
e.
Adanya kesabaran yang tak terbatas.
4.
Tanda-tanda kesiapan balita untuk melakukan
toilet training
a.
Tanda psikologis
1)
Anak anda sudah berjalan, berlari dengan stabil.
2)
Urine yang ia keluarkan banyaknya kurang lebih
sama setiap ia pipis.
3)
Waktu buang air besar atau kecil sudah dapat
diprediksikan secara regular atau rutin.
4)
Memiliki waktu “kering” periodenya antara 3 atau
4 jam, dimana otot kandung kemih balita anda sudah dapat menahan urine secara
baik.
b.
Tanda dari prilaku
1)
Dapat duduk dengan tenang kurang lebih 2 sampai
5 menit
2)
Sudah dapat menaikkan dan menurunkan celananya
sendiri
3)
Sudah merasa tidak nyaman jika mengenakan diaper
yang terasa basah atau kotor.
4)
Menunjukkan perhatian terhadap kebiasaan ke
kamar mandi seperti mengikuti anda ke kamar mandi dengan mengenakan pakaian
dalam.
5)
Sudah dapat memberi tahu anda jika dirinya ingin
buang air kecil atau juga BAB.
6)
Sudah ingin menunjukkan kemandirian.
7)
Merasa sangat senang jika ia bisa melakukanya
dengan baik apa yang bisa ia lakukan sendiri.
8)
Tidak menolak dan dapat bekerja sama saat anda
mengenalkannya pada toilet training.
c.
Tanda kognitif
1)
Bisa mengikuti dan menuruti instruksi anda
seperti “tolong ambilkan mainan itu”
2)
Memiliki bahasa sendiri tentang “dunia toilet”
seperti “Pee” dan Popup.
3)
Sudah mengerti tentang reaksi tubuhnya jika
ingin buang air kecil atau besar dan dapat memberitahu anda sebelum terjadi.
5.
Tips memulai toilet training agar berhasil
a.
Gunakan kursi jamban di lantai
Kursi jamban lebih aman
bagi balita, karena kakinya menampak lantai, sehingga orantua tidak perlu
khawatir si kecil terjatuh.
Jika memutuskan meletakkan kursi jamban
diatas tablet, gunakan sandaran kaki untuk si balita.
b.
Anak harus diperbolehkan menggunakan kursi
jambanya untuk mainan duduk diatasnya dengan pakaian lengkap dan bagian bawah
terbuka, dengan cara itulah dia bisa membiasakan diri menggunakan kursi
jambanya.
c.
Jangan mengikat si balita di kursi jamban.
d.
Awali dulu dengan dengan latihan BAB
Sebab balita lebih bisa belajar pergi ke
kursi jamban untuk BAB sebelum BAK.
e.
Gunakan kata-kata khusus untuk BAB dan BAK
Misalnya pipis dan BAB, dengan begitu si
balita akan menghapal dan menggunakanya untuk memberitahu saat ia ingin BAK dan
BAB.
f.
Hindari menggunakan kata-kata negatif
Seperti kotor, nakal, busuk/pesing untuk
istilah yang terkecil dengan BAB/BAK juga digunakan nada yang biasa saat bicara
tentang BAB/BAK.
g.
Tenang saja jika si balita turun dari kursi jamban
sebelum BAB/BAK
Jangan tunjukkan kejengkelan, coba lagi nanti
jika berhasil menggunakan kursi jambannya dengan benar, berikan pujian/hadiah
dalam bentuk senyuman, peluk atau tepuk tangan pelan.
h.
Anak-anak belajar dari meniru
Akan membantu jika balita duduk di kursi
jambanya saat anda menggunakan toilet.
i.
Balita sering mengikuti orantua ke kamar mandi
Ini mungkin tanda bahwa balita sudah mau
menggunakan jamban kursinya.
j.
Sejak awal, ajari si balita BAK sambil duduk
atau jongkok.
Sebab, sulit bagi balita untuk mengendalikan
otot-otot sistem perkemihan dengan berdiri.
6.
Ada
4 aspek dalam pra – toilet training yaitu:
a.
Menyebutkan istilah untuk BAB dan BAK
Misalnya menyebutkan kata pipis untuk BAK dan
eek atau pup untuk BAB.
b.
Memberi kesempatan melihat orang lain memakai
toilet
Ini memungkinkan si kecil melihat, mengajukan
pertanyaan dan belajar cara menggunakan toilet.
c.
Mengajari mengganti celana
Ganti celana balita secepatnya jika basah
karena ompol atau kotoran. Dengan begitu, ia akan merasa sirih bila memakai
celana basah atai kotor. Tapi jangan dimarahi atau mengomeli si balita kalau ia
mengompol atau BAB di celana.
7.
Tahapan toilet training
a.
Ajarkan anak untuk memberikan anda bila ingin
BAB atau BAK
Balita seringkali memberitahu anda pada saat
dia sudah mengompol atau BAB ini merupakan tanda bahwa ia mulai mengenal fungsi
tubuhnya, ajarkan balita agar lain kali memberi tahu anak anda sebelum BAK atau
BAB.
b.
Tumbuhkan rasa tertarik dengan aktivitas di
kamar mandi.
Sesekali biarkan ia memperhatiakn orantuanya
pergi ke kamar mandi, sehingga ia memiliki keinginan yang sama.
c.
Tunjukan cara cebok (membasuh) yang benar
Untuk balita perempuan sebaiknya membersihkan
dari depan ke belakang untuk mencegah penyebaran kuman dari rectum ke vagina /
kandung kemih.
d.
Ketika si balita sudah siap, anda sebaiknya memilih
pot (potty chair) untuk BAK/BAB pot lebih mudah digunakan untuk balita, karena
pendek sehingga balita tidak sulit untuk duduk diatasnya dan kaki anak dapat
mencapai lantai.
e.
Ketika balita tampak ingin BAB/BAK, pergilah ke
pot.
Biarkan anak duduk di pot beberapa menit,
jelaskan bahwa anda ingin BAB/BAK siditu. Bergembiralah, jangan memperlihatkan
ketegangan. Jika ia protes jang memaksa, mungkin balita belum saatnya untuk
memulai toilet training.
f.
Latih balita menggunakan pot secara rutin
Misalnya menjadi kegiatan pertama di pagi
hari ketika balita bangun setelah makan atau sebelum tidur siang.
g.
Si balita akan menunjukkan pada anda jika dia
sudah siap pindah dari pot ke toilet sesungguhnya. Pastikan ia cukup tinggi dan
latihlah tahap demi tahap bersama.
B.
Konsep
Pengetahuan
Menurut Soekidjo
Notoatmodjo (1993) pengetahuan adalah hasil dari apa yang diketahui seseorang
dan ini terjadi setelah orang tersebut melakukan penginderaan terhadap objek
tertentu.
Pengetahuan adalah hasil
dari apa yang diketahui seseorang dan ini terjadi setelah orang tersebut
melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia yakni, indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa
dan raba.
Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior).
Green (1980) mengatakan
peningkatan, pengetahuan mempunyai hubungan yang positif dengan perubahan
variable perilaku, pengetahuan dapat diperolah dari tingkat pendidikan, karena
semakin tinggi pendidikan seseorang makin realistis cara berfikirnya serta
semakin luas ruang lingkup jangkauan berfikirnya.
Notoatmodjo 91993)
mengungkapkan enam tingkatan pengetahuan yang terdiri dari:
1.
Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap suatu yang
spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima.
2.
Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan
sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
3.
Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
4.
Analisa (Analysis)
Analisa merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5.
Sintesis (Syntesis)
Sintetis
menunjukkan kepada suatu komponen untuk melatakkan atau menghubungkan
bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain,
sintesis itu itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi
(evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemajuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
C.
Kerangka
Teori
Atas dasar tinjauan
kepustakaan seperti yang diuraikan diatas, bahwa pengetahuan ibu dipengaruhi oleh
faktor pendidikan atau pengetahuan ibu sangat besar dampaknya terhadap
kesehatan, perilaku yang positif dalam arti prilaku kesehatan yang baik akan
menunjang atau mempertinggi derajat kesehatan keluarga (Notoatmodjo, 2007)
Mengenai perilaku
kesehatan Lawrence Green mengemukakan terhadap terjadinya prilaku, yaitu:
1.
Faktor Predisposisi
(faktor penentu)
2.
Faktor Enabling
(faktor pendukung)
3.
Faktor Reinforcing
(faktor pendorong)
Perilaku dan pola kehiduan manusia itu sendiri mempunyai perilaku
penting terhadap munculnya masalah kesehatan, penting dan besarnya pengaruh
faktor perilaku terhadap derajat kesehatan. Di lukiskan oleh H.L Bloom dalam
suatu gambaran sebagai berikut (Mantra,
2005).
0 comments:
Post a Comment