Saturday 13 April 2013

KTI KEPERAWATAN : Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Penerapan Toilet Training Pada Batita Usia 18 bulan



Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Penerapan Toilet Training Pada Batita Usia 18 bulan

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol melakukan buang air kecil dan buang air besar. Beberapa ahli berpendapat toilet training efektif bisa diajarkan pada anak usia mulai dari 18 bulan sampai dengan 3 tahun, karena anak usia 18 bulan memiliki kecakapan bahasa untuk mengerti dan berkomunikasi. Keinginan kuat dari batita adalah menirukan orang tuanya. (Rahmi, 2008).
Dalam melakukan pelatihan buang air kecil dan besar pada anak membutuhkan persiapan baik secara fisik maupun secara intelektual melalui persiapan tersebut diharapkan anak mampu mengontrol buang air besar dan air kecil secara mandiri. Pada toilet training selain melatih batita mengontrol buang air kecil dan besar juga dapat bermanfaat dalam pendidikan seks. Sebab saat batita melakukan kegiatan tersebut disitu batita akan mempelajari anatomi tubuhnya sendiri serta fungsinya. Dalam proses toilet training diharapkan terjadi pengaturan impuls atau rangsangan dan instink batita dalam melakukan buang air besar dan air kecil. Dan perlu diketahui bahwa buang air besar merupakan suatu alat pemuasan untuk melepaskan ketegangan dengan latihan ini batita diharapkan dapat melakukan usaha penundaan pemuasan. (Hidayat, 2005)
Toilet training (mengajarkan balita ke toilet) adalah cara balita untuk mengontrol kebiasaan membuang hajatnya di tempat yang semestinya, sehingga tidak sembarang membuang hajatnya. (Rahmi, 2008)
Pada waktu malam, latihan buang air kecil (miksi) menjadi tidak sempurna atau lengkap sampai usia 4-5 tahun. Di siang hari ngompol dapat juga terjadi terutama pada saat aktivitas bermain menyita penuh perhatian balita, sehingga bila mereka tidak diingatkan maka mereka akan terlambat pergi ke kamar mandi. Pada balita laki-laki, mampu untuk berdiri dan meniru ayahnya setelah diajarkan mengenai toilet training merupakan motivasi yang kuat selama masa prasekolah. Beberapa teknik dianjurkan untuk batita yang koperatif, seperti menggunakan pispot “portable” yang memberikan perasaan aman pada balita atau pispot protable yang berada pada satu tempat dengan kloset yang digunakan sehari-hari. Apabila pispot tidak tersedia, batita dapat duduk atau jongkok diatas toilet dengan bantuan. perkuat toilet training dengan memotivasi balita untuk duduk pada pispot dalam jangka waktu yang relatif lama. Balita dianjurkan untuk meniru orang lain (kakaknya) dan menghindari contoh yang keliru. (Nursalam, 2005)
Menurut American Accademy of Pediatric, tak ada batasan usia yang tepat, karena semuanya tergantung dari kesiapan fisik dan psikis si batita. Beberapa batita berusia 1 hingga 2 tahun sudah dapat menunjukkan tanda-tanda siap untuk toilet training namun banyak juga batita yang hingga berumur 30 bulan atau lebih tidak siap dengan konsep toilet training. (Rahmi, 2008)

Beberapa ahli berpendapat bahwa ada usia tertentu dimana seorang batita harus diajarkan toilet training. Usia yang tepat untuk diajarkan hal ini adalah saat anak berusia 12 tahun. Karena jika balita pada usia tersebut belum siap diajarkan maka orang tua tidak perlu untuk memaksakan batita mereka karena dapat berdampak negatif bagi hubungan batita dan orang tua di kemudian hari. Mengajari batita untuk menggunakan tolilet membutuhkan waktu, pengertian dan kesabaran yang paling penting di ingat adalah orang tua tidak bisa mengharapkan dengan cepat si batita langsung bisa menggunakan toilet. Toilet training sebaiknya di ajarkan dengan santai dan tanpa kemarahan. Karena orang tua khususnya peran ibu merupakan sebagai fasilitator dalam mengajarkan si batita untu membuang hajatnya di kamar mandi (toilet training). (Rahmi, 2008)
Setiap batita mempunyai perkembangan yang berbeda-beda dan unik. Beberapa batita sudah siap dengan toilet training dari kecil. Mungkin batita baru 18 bulan, batita sudah dapat belajar menggunakan toilet, tetapi ada beberapa batita yang belum siap dan memerlukan waktu yang lebih lama, misalnya setelah ia berumur 3 tahun. Bila batita sudah dapat mengganti diaper atau dapat membuka celana sendiri pada saat mereka buang air kecil, belum tentu batita siap untuk belajar dengan metode toilet training. Seorang batita memerlukan perkembangan fisik dan emosional yang baik untuk dapat belajar hal ini. (Rahmi, 2008)
Sebagai orang tuanya, buatlah pelajaran pengenalan toilet sehalus dan sealami mungkin bahwa batita memerlukan proses tersebut, jangan sampai melatihnya dengan memaksa atau dengan nada mengancam, jika dia mengalami traumatik toilet maka pembelajaran tersebut akan berlarut-larut. Salah satu cara mengajarkan pada batita yang cukup efektif adalah dengan menirukan apa yang dilakukan orang tuanya., kemudian diletakkan didekat kloset dan biarkan ia mencontoh orang tua untuk menggunakan kloset dengan memakai pispot. Letakan pispot di samping kloset, biarkan si kecil menirukan orang tuanya saat BAB dan BAK. Tanda-tanda fisik dan mental sebenarnya bukan merupakan faktor utama dari seni keterampilan sadar toilet ini. Motivasi adalah kunci utamnya, jika di batita menunjukkan hasratnya untuk pergi dan mengenal kamar mandi, sebagai bagian dari hasrat peniruan perilaku orang-orang dewasa sekitarnya, maka dari itu waktunya bagi orang tua untuk merespon dan mengajarkan pada batita cara metode toilet training. (Rahmi, 2008)
Data yang diperoleh dari jumlah pengunjung posyandu Delima di Puskesmas Pembantu Air Paoh Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraya Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu dengan jumlah ibu yang mempunyai batita yang berumur 18 bulan – 3 tahun sebanyak 68 batita. (Buku Daftar Pengunjung Posyandu Delima , 2009).
Dengan alasan tersebut di atas maka penulis tertarik untuk menyusun proposal karya tulis ilmiah yang berjudul Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Penerapan Toilet Training Pada Batita Usia 18 bulan – 3 Tahun Di Posyandu Delima Puskesmas Pembantu Air Paoh Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraya Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009.

B.     Rumusan Masalah
Belum diketahuinya Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Penerapan Toilet Training Pada Batita Usia 18 bulan – 3 tahun Di Posyandu Delima Puskesmas Pembantu Air Paoh Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraya Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009.

C.    Pertanyaan Penelitian
  1. Seperti apakah Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Penerapan Toilet Training Pada Batita Usia 18 bulan – 3 Tahun Di Posyandu Delima Puskesmas Pembantu Air Paoh Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraya Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009.

D.    Tujuan Penelitian
  1. Tujuan Umum
Diketahuinya Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Penerapan Toilet Training Pada Batita Usia 18 bulan – 3 Tahun Di Posyandu Delima Puskesmas Pembantu Air Paoh Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraya Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009.
  1. Tujuan Khusus
Diketahuinya Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Cara Penerapan Toilet Training Pada Batita Usia 18 bulan – 3 Tahun Di Posyandu Delima Puskesmas Pembantu Air Paoh Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraya Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009.

E.     Manfaat Penelitian
  1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan analisa peneliti di masyarakat. Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan peneliti tentang penerapan toilet training pada batita usia 18 bulan – 3 tahun.
  1. Bagi Ibu
Hasil penelitian dapat menjadi masukan dan tambahan pengetahyan bagi ibu dalam menerapkan toilet training pada batita usia 18 bulan – 3 tahun.
  1. Bagi Tenaga Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada petugas kesehatan sehingg dapat meningkatkan promosi kesehatan dalam menerapkan toilet training pada batita usia 18 bulan – 3 tahun.
  1. Bagi Instansi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai alat ukur kemampuan mahasiswa, sehingg dapat menjadi bahan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dalam proses belajar mengajar bagi siswa kesehatan jurusan keperawatan.



F.     Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam wilayah kerja Puskesmas Sukaraya Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009, waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei – Juni 2009.
Karena keterbatasan peneliti maka variabel yang diteliti hanya pengetahuan keluarga tentang penerapan toilet training, karena peneliti menganggap pengetahuan merupakan faktor yang paling utama dan paling mendukung.














BAB II
TINJAUAN TEORITIS


A.        Konsep Toilet Training
1.      Definisi
Toilet training merupakan metode pelatihan buang air untuk balita atau metode yang diberikan kepada balita agar membuang air besar atau kecil di toilet atau kamar mandi. Selain memberikan training, orang tua juga harus belajar memperhatikan sinyal si balita jika dia memang benar-benar mau BAB atau BAK. Anak yang sudah diajarkan teknik toilet training, maka balita akan mulai mempunyai kesadaran terhadap diri sendiri. Mereka mencari cara untuk menguji keterbatasan mereka dengan cara menahan keinginan BAB atau BAKnya. Biarkan si balita mempelajari dan memperhatikan anda menggunakan toilet dan ketika balita mulai bertanya dan ikutan masuk ke dalam toilet, buatlah agar si balita merasa nyaman dan mulai untuk menjelaskan fungsi dan cara-cara penggunaanya. Berilah contoh padanya, karena balita akan memulai untuk menirukan orang tuanya. Karena dengan    salah    satu    cara   ini mungkin orang tua akan lebih berhasil dalam


semua proses ini. Jika orang tua bisa terjun langsung membimbing si buah hati dan berilah cukup waktu untuk menemaninya dalam menjalani proses ini.
2.      Tanda-tanda kesiapan si kecil untuk mulai training
a.       Anak tidak mengompol minimal 2 jam saat siang hari atau setelah tidur siang.
b.      BAB menjadi teratur dan dapat diprediksi.
c.       Ekspresi wajah, postur tubuh dan kata-kata yang menunjukkan keinginan BAB atau BAK.
d.      Anak sudah dapat mengikuti perintah-perintah sederhana.
e.       Anak dapat berjalan dari dan ke kamar mandi serta membantu melepas pakaian.
f.       Anak nampak tidak nyaman dengan popok yang kotor dan ingin dig anti.
g.      Anak meminta menggunakan toilet atau pot.
h.      Anak meminta menggunakan pakaian dalam seperti anak yang lebih besar.
3.      Saat mengenalkan toilet training pada balita
a.       Umur anak antara usia 18 bulan sampai dengan 3 tahun sebelum mereka cukup dewasa untuk pergi sendiri ke toilet.
b.      Perlu di ingat bahwa toilet training adalah pengetahuan baru untuk anak balita anda.
c.       Pujilah setiap keberhasilan kecil dan tetap tenang jika terjadi kecelakaan.
d.      Berikan pelatihan buang air (toilet training) dengan rasa humor yang tinggi.
e.       Adanya kesabaran yang tak terbatas. 
4.      Tanda-tanda kesiapan balita untuk melakukan toilet training
a.       Tanda psikologis
1)          Anak anda sudah berjalan, berlari dengan stabil.
2)          Urine yang ia keluarkan banyaknya kurang lebih sama setiap ia pipis.
3)          Waktu buang air besar atau kecil sudah dapat diprediksikan secara regular atau rutin.
4)          Memiliki waktu “kering” periodenya antara 3 atau 4 jam, dimana otot kandung kemih balita anda sudah dapat menahan urine secara baik.
b.      Tanda dari prilaku
1)      Dapat duduk dengan tenang kurang lebih 2 sampai 5 menit
2)      Sudah dapat menaikkan dan menurunkan celananya sendiri
3)      Sudah merasa tidak nyaman jika mengenakan diaper yang terasa basah atau kotor.
4)      Menunjukkan perhatian terhadap kebiasaan ke kamar mandi seperti mengikuti anda ke kamar mandi dengan mengenakan pakaian dalam.
5)      Sudah dapat memberi tahu anda jika dirinya ingin buang air kecil atau juga BAB.
6)      Sudah ingin menunjukkan kemandirian.
7)      Merasa sangat senang jika ia bisa melakukanya dengan baik apa yang bisa ia lakukan sendiri.
8)      Tidak menolak dan dapat bekerja sama saat anda mengenalkannya pada toilet training.  
c.       Tanda kognitif
1)      Bisa mengikuti dan menuruti instruksi anda seperti “tolong ambilkan mainan itu”
2)      Memiliki bahasa sendiri tentang “dunia toilet” seperti “Pee” dan Popup.
3)      Sudah mengerti tentang reaksi tubuhnya jika ingin buang air kecil atau besar dan dapat memberitahu anda sebelum terjadi.
5.      Tips memulai toilet training agar berhasil
a.       Gunakan kursi jamban di lantai
Kursi jamban lebih aman bagi balita, karena kakinya menampak lantai, sehingga orantua tidak perlu khawatir si kecil terjatuh.
Jika memutuskan meletakkan kursi jamban diatas tablet, gunakan sandaran kaki untuk si balita.
b.      Anak harus diperbolehkan menggunakan kursi jambanya untuk mainan duduk diatasnya dengan pakaian lengkap dan bagian bawah terbuka, dengan cara itulah dia bisa membiasakan diri menggunakan kursi jambanya.
c.       Jangan mengikat si balita di kursi jamban.
d.      Awali dulu dengan dengan latihan BAB
Sebab balita lebih bisa belajar pergi ke kursi jamban untuk BAB sebelum BAK.
e.       Gunakan kata-kata khusus untuk BAB dan BAK
Misalnya pipis dan BAB, dengan begitu si balita akan menghapal dan menggunakanya untuk memberitahu saat ia ingin BAK dan BAB.
f.       Hindari menggunakan kata-kata negatif
Seperti kotor, nakal, busuk/pesing untuk istilah yang terkecil dengan BAB/BAK juga digunakan nada yang biasa saat bicara tentang BAB/BAK.
g.      Tenang saja jika si balita turun dari kursi jamban sebelum BAB/BAK  
Jangan tunjukkan kejengkelan, coba lagi nanti jika berhasil menggunakan kursi jambannya dengan benar, berikan pujian/hadiah dalam bentuk senyuman, peluk atau tepuk tangan pelan.
h.      Anak-anak belajar dari meniru
Akan membantu jika balita duduk di kursi jambanya saat anda menggunakan toilet.
i.        Balita sering mengikuti orantua ke kamar mandi
Ini mungkin tanda bahwa balita sudah mau menggunakan jamban kursinya.
j.        Sejak awal, ajari si balita BAK sambil duduk atau jongkok.
Sebab, sulit bagi balita untuk mengendalikan otot-otot sistem perkemihan dengan berdiri.
6.      Ada 4 aspek dalam pra – toilet training yaitu:
a.       Menyebutkan istilah untuk BAB dan BAK
Misalnya menyebutkan kata pipis untuk BAK dan eek atau pup untuk BAB.
b.      Memberi kesempatan melihat orang lain memakai toilet
Ini memungkinkan si kecil melihat, mengajukan pertanyaan dan belajar cara menggunakan toilet.
c.       Mengajari mengganti celana
Ganti celana balita secepatnya jika basah karena ompol atau kotoran. Dengan begitu, ia akan merasa sirih bila memakai celana basah atai kotor. Tapi jangan dimarahi atau mengomeli si balita kalau ia mengompol atau BAB di celana.
7.      Tahapan toilet training
a.       Ajarkan anak untuk memberikan anda bila ingin BAB atau BAK
Balita seringkali memberitahu anda pada saat dia sudah mengompol atau BAB ini merupakan tanda bahwa ia mulai mengenal fungsi tubuhnya, ajarkan balita agar lain kali memberi tahu anak anda sebelum BAK atau BAB.
b.      Tumbuhkan rasa tertarik dengan aktivitas di kamar mandi.
Sesekali biarkan ia memperhatiakn orantuanya pergi ke kamar mandi, sehingga ia memiliki keinginan yang sama.

c.       Tunjukan cara cebok (membasuh) yang benar
Untuk balita perempuan sebaiknya membersihkan dari depan ke belakang untuk mencegah penyebaran kuman dari rectum ke vagina / kandung kemih.
d.      Ketika si balita sudah siap, anda sebaiknya memilih pot (potty chair) untuk BAK/BAB pot lebih mudah digunakan untuk balita, karena pendek sehingga balita tidak sulit untuk duduk diatasnya dan kaki anak dapat mencapai lantai.
e.       Ketika balita tampak ingin BAB/BAK, pergilah ke pot.
Biarkan anak duduk di pot beberapa menit, jelaskan bahwa anda ingin BAB/BAK siditu. Bergembiralah, jangan memperlihatkan ketegangan. Jika ia protes jang memaksa, mungkin balita belum saatnya untuk memulai toilet training.
f.       Latih balita menggunakan pot secara rutin
Misalnya menjadi kegiatan pertama di pagi hari ketika balita bangun setelah makan atau sebelum tidur siang.
g.      Si balita akan menunjukkan pada anda jika dia sudah siap pindah dari pot ke toilet sesungguhnya. Pastikan ia cukup tinggi dan latihlah tahap demi tahap bersama.



B.         Konsep Pengetahuan
Menurut Soekidjo Notoatmodjo (1993) pengetahuan adalah hasil dari apa yang diketahui seseorang dan ini terjadi setelah orang tersebut melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.
Pengetahuan adalah hasil dari apa yang diketahui seseorang dan ini terjadi setelah orang tersebut melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni, indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior).
Green (1980) mengatakan peningkatan, pengetahuan mempunyai hubungan yang positif dengan perubahan variable perilaku, pengetahuan dapat diperolah dari tingkat pendidikan, karena semakin tinggi pendidikan seseorang makin realistis cara berfikirnya serta semakin luas ruang lingkup jangkauan berfikirnya.
Notoatmodjo 91993) mengungkapkan enam tingkatan pengetahuan yang terdiri dari:
1.   Tahu (Know)
          Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.  

2.      Memahami (Comprehension)
          Memahami  diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.  
3.      Aplikasi (Aplication)
          Aplikasi diartikan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
4.      Analisa (Analysis)
        Analisa merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5.    Sintesis (Syntesis)
          Sintetis menunjukkan kepada suatu komponen untuk melatakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis itu itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6.      Evaluasi (evaluation)
          Evaluasi ini berkaitan dengan kemajuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
C.    Kerangka Teori
Atas dasar tinjauan kepustakaan seperti yang diuraikan diatas, bahwa pengetahuan ibu dipengaruhi oleh faktor pendidikan atau pengetahuan ibu sangat besar dampaknya terhadap kesehatan, perilaku yang positif dalam arti prilaku kesehatan yang baik akan menunjang atau mempertinggi derajat kesehatan keluarga (Notoatmodjo, 2007)
Mengenai perilaku kesehatan Lawrence Green mengemukakan terhadap terjadinya prilaku, yaitu:
1.      Faktor Predisposisi (faktor penentu)
2.      Faktor Enabling (faktor pendukung)
3.      Faktor Reinforcing (faktor pendorong)
Perilaku dan pola kehiduan manusia itu sendiri mempunyai perilaku penting terhadap munculnya masalah kesehatan, penting dan besarnya pengaruh faktor perilaku terhadap derajat kesehatan. Di lukiskan oleh H.L Bloom dalam suatu gambaran sebagai berikut (Mantra, 2005).

0 comments:

Post a Comment

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes