I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kakao termasuk salah satu
komoditi yang telah membudaya dan sangat diminati masyarakat pada saat ini,
terutama di Kabupaten Pidie, karena mimiliki nilai strategis, baik sebagai
sumber pendapatan, kesempatan kerja maupun
pelestarian lingkungan hidup.
Pengembangan tanaman kakao
di Kabupaten Pidie telah mampu meningkatkan luas areal, produksi dan
produktivitas, namun belum mampu meningkatkan pendapatan petani pada tingkat
yang optimal, karena belum adanya
kebersamaan usaha yang saling membutuhkan, memperkuat dan saling
menguntungkan. Untuk itu diperlukan
adanya reorientasi pembangunan perkebunan secara menyeluruh, baik pada tingkat
hulu, budidaya maupun pengolahan dan pemasaran.
Salah satu upaya yang dapat
ditempuh untuk mengatasi hal tersebut adalah melalui peningkatan fungsi kelembagaan agribisnis
yang saling menguntungkan atas dasar kebersamaan ekonomi untuk meningkatkan pendapatan petani pekebun
dan pelaku usaha yang selaras, berkeadilan dan menjamin kemantapan usaha yang
harmonis dan berkesinambungan.
Peningkatan fungsi
kelambagaan agribisnis mencakup aspek yang sangat luas dengan melibatkan banyak
pelaku agribisnis mulai dari pengadaan agro-input, pengelolaan usahatani
(proses produksi), pengolahan maupun
pemasaran.
Permasalahan dan tantangan
tersebut kiranya perlu diantisipasi oleh perumus kebijakan, pengambilan
keputusan dan pelaku agribisnis antara lain melalui peningkatan fungsi
kelembagaan agribisnis yang saling menguntungkan.
Sejalan dengan paradigma
baru dimana sasaran pembangunan perkebunan tidak lagi diarahkan dan tertumpu
pada peningkatan produksi semata, namun lebih diperluas untuk meraih peluang
dan membina kelembagaan agribisnis dan peningkatan pangsa pasar, di samping
meningkatkan efisiensi, mengatur sistim distribusi hasil, penyediaan bahan baku
industri, mengurangi kesenjangan serta peran palaku usaha sebagai mitra kerja
yang saling menguntungkan.
Berkenaan dengan hal
tersebut di atas penulis mencoba mengkaji dan menyajikan dalam bentuk karya
tulis dalam upaya Peningkatan Fungsi Kelembagaan Agribisnis Komoditi Kakao pada Kasie Pengembangan Sumber
Daya dan Bina Usaha Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Pidie.
B.
Perumusan Masalah
Pengembangan kelembagaan
agribisnis dinilai belum berhasil
ditandai dari tingkat pendapatan petani kakao yang masih rendah dan keuntungan
yang diperoleh sebahagian besar dinikmati oleh pihak ketiga, hal ini antara
lain akibat belum berfungsi kelembagaan agribisnis secara optimal dan efektif.
Belum berfungsinya
kelembagaan agribisnis komoditi kakao antara lain disebabkan tingkat pengetahuan/ketrampilan
pelaku agribisnis dan petani yang masih rendah, kurangnnya pembinaan, rendahnya
modal dan belum terjalinnya koordinasi yang baik antara instansi terkait dengan
pelaku agribisnis dan petani.
C.
Tujuan dan Sasaran
Mengaju pada permasalahan
yang telah dikemukan, maka tujuan yang ingin dicapai adalah :
1.
Terwujutnya
fungsi kelembagaan agribisnis dengan azas kebersamaan dalam bentuk pola
kemitraan yang dapat memberikan nilai tambah yang adil diantara pelaku
agribisnis, baik dalam penyediaan agro-input, modal, pengolahan dan pemasaran..
2.
Meningkatkan
pendapatan melalui peningkatan produktivitas (on farm) dan penganeka ragaman
produk (off farm) tanaman kakao.
3.
Terwujutnya
peningkatan pengetahuan/ketrampilan pembina dan pelaku agribisnis perkebunan
4.
Terbentunya
Asosiasi petani kakao di Kabupaten Pidie dalam bentuk kebersamaan usaha yang
saling menguntungkan.
D.
Metoda Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam
penulisan Karya Tulis ini dilakukan secara deskriptif, yaitu melalui tinjauan
pustaka dan data objektif berdasarkan pengalaman penulis dalan melaksanakan
tugas pada seksi Pengembangan Suber Daya dan Bina Usaha pada Dinas Perkebunan
dan Kehutanan Kabupaten Pidie.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Agribisnis merupakan
kegiatan-kegiatan di sektor perkebunan yang saling menguntungkan pada berbagai
sub-sistim agribisnis mulai dari penyediaan agro-input, proses produksi,
penanganan pasca panen, pengolahan dan pemasaran.
Kelembagaan merupakan
wadah tempat berhimpunnya pelaku-pelaku agribisnis seperti kelompok tani,
koperasi, asosiasi petani, pedagang dan kemitraan.
Kelembagaan agribisnis
yang dimaksudkan adalah pelaku-pelaku agribisnis yang terdiri dari petani
pekebun/kelompok tani, asosiasi petani, koperasi, swasta, PBSN dan BUMN yang
terlibat dalam proses produksi dan pemasaran hasil perkebunan.
B.
Visi dan Misi Organisasi
Merumuskan
visi dan misi dalam sebuah organisasi, lembaga dan santuan kerja sangatlah
penting artinya dalam menentukan kebijakan berdasarkan nilai strategis untuk
mewujutkan tujuan dan sasaran, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
1.
Visi
a.
Terwujutnya
masyarakat sejahtera berdasarkan tuntutan islami didukung sumber daya manusia
yang berkwalitas.
b.
Terwujutnya
pembangunan sistem dan usaha agribisnis perkebunan yang efisien, produktif dan
berdaya saing tinggi untuk sebesar-besarnya manfaat bagi kemakmmuran rakyat
khusunya petani pekebun.
2.
Misi
a.
Meningkatnya
pendapatan dan taraf hidup petani terutama yang berada di bawah garis
kemiskinan.
b.
Meningkatnya
daya dukung lahan agar produktivitasnya dapat dioptimalkan.
c.
Meningkatnya
mutu hutan dan lahan kering serta lingkungannya
secara berkelanjutan.
d.
Memberdayakan
masyarakat pekebun dan menciptakan system kelembagaa agribisnis berbasis perkebunan.
e.
Mengembangkan
budaya indudtri sebagai landasan untuk kemajuan usaha perkebunan.
f.
Meningkatkan
profesionalisme pegawai dan petugas melalui pendidikan dan pelatihan
C.
Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi
Berdasarkan
Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2001, Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten
Pidie mempunyai tugas pokok dan fungsi adalah melaksanakan sebagian wewenang
Pemerintah Kabupaten Pidie di bidang Perkebunan, Kehutanan dan Konservasi
Tanah.
Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Pidie
terdiri dari Kepala Dinas, Bagian Tata Usaha, Subdin Program, Subdin
Perkebunan, Subdin Kehutanan, Subdin Konservasi, Cabang Dinas, Unit Pelaksana
Teknis dan Kelompok Jabatan Fungsional.
Seksi
Pengembangan Sumber Daya dan Bina Usaha merupakan salah satu Seksi yang berada
di bawah Sub Dinas Perkebunan yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Bupati
Nomor 104 tanggal 19 Juni Tahun 2001 yang mempunyai tugas pokok melaksanakan
sebahagian wewenang Sub Dinas Perkebunan dalam bidang pengembangan sumber daya
dan bina usaha perkebunan.
D.
Tugas Seksi Sumber Daya dan Bina Usaha.
1. Melaksanakan perencanaan, bimbingan dan pengawasan
pemanfaatan sumber daya dan sarana usaha serta pembinaan kelembagaan
agribisnis.
2. Melaksanakan pelayanan perizinan dan
informasi komoditi potensial.
3. Melaksanakan pengawasan mutu hasil dan penyampaian
informasi data/harga pasar.
4. Melaksanakan bimbingan dan pengawasan
pemanfaatan sumber daya yang dikaitkan dengan analisis dampak lingkugan.
5. Melaksanakan bimbingan di bidang
kelembagaan dan agribisnis serta penyebaran informasi manajemen usaha perkebunan.
6. Melaksanakan bimbingan dan pengawasan
serta penerapan teknologi pengolahan hasil, pegumpulan dan penyampaian
informasi biaya produksi, informasi pasar hasil perkebunan dan standarisasi
mutu hasil perkebunan.
7. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan
bidang tugas.
E.
Program dan Kegiatan Organisasi
Dalam
upaya mewujutkan visi dan misi sesuai dengan tugas dan fungsi Dinas Perkebunan
dan Kehutanan Kabupaten Pidie yang dituangkan dalam Rencana Strategis (Restra) dan Rencana Kerja Tahunan memiliki
program dan kegiatan sebagai berikut:
1. Program Pengembangan dan Pembinaan
Perkebunan Rakyat (P3R), kegiatan yang dilakukan berkaitan dengan pengembangan
tanaman perkebunan dan pembinaan.
2. Program Pengembangan Sarana dan Prasarana
Perkebunan (PSSP), kegiatan yang dilakukan berkaitan dengan pengembangan kebun
entrys, bibit dan pengembangan perkebunan untuk pontren, masjid dan manasah.
3. Program Pengembangan Agribisnis, kegiatan
yang dilakukan Pengembangan Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (KIMBUN)
dalam peningkatan fungsi kelembagaan
agribisnis dalam bentuk
pendidikan/pelatihan, pembinaan kelompok tani, asosiasi dan kemitraan serta pembinaan mutu hasil, pengolahan dan pemasaran
hasil dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
4. Program Pemberdayaan Ekonomi, kegiatan
yang dilakukan dalam bentuk Rehabiltasi dan Rekontruksi Perkebunan yang
berkaitan dengan rehabilitasi kebun dan pengadaan sarana dan prasarana
yang rusak akibat gempa dan tsunami
dalam upaya meningkatkan pendaptan petani.
E. Gambaran Keadaan Sekarang
Gambaran
keadaan sekarang merupakan deskriptif yang menggambarakan kenyataan yang terjadi pada saat ini berupa kegiatan
yang dilakukan dalam mewujutkan tujuan dan sasaran sub-sektor perkebunan dalam pengembangan
tanaman kakao.
Pengembangan
tanaman kakao di Kabupaten Pidie telah dikembangkan sejak tahun delapan puluhan
melalui Proyek PRPTE, bantuan yang diberikan adalah dalam bentuk kredit dan
hingga kini terus berkembang, baik dalam bentuk swadaya murni, swadaya
berbantuan, pola parsial maupun bantuan BRR.
Luas tanaman kakao samapai tahun 2007 mencapai 5.489 Ha, produksi 1.457
Ton dan petani yang mengusahakan 8.476 KK yang tersebar pada 12 kecamatan di Kabupaten
Pidie dengan wilayah yang paling potensial pengembangannya di Kabupaten Pidie adalah
pada kecamatan Glumpang tiga, Keumala, Tangse, Geumpang, Padang Tiji,
Tiro/Trusep dan Sakti.
Swadaya
murni dikembangkan petani tanpa adanya bantuan dari pemerintah, swadaya berbantuan mendapat bantuan dari
pemerintah dalam bentuk bibit, pupuk, pestisida dan peralatan, sedangkan pola
parsial hanya diberikan bantuan bibit.
Selanjutnya melalui BRR juga
telah dilaksanakan kegiatan dalam bentuk pengembangan dan rahabiltasi tanaman
kakao yang rusak akibat gempa dan tsunami yang dimulai sejak tahun 2006.
Selain
perkebunan rakyat dimana pengembangan tanaman kakao juga dilakukan oleh
Perusahaan Besar Swasta Nasional (PBSN)
yaitu oleh PT. Gotong Royong yang berlokasi di Kecamatan Ulim dan
Meureudu dengan luas areal 139 Ha, namun akibat komplik yang berkepanjangan
sehingga kebun tersebut mejadi terlantar.
Pengembangan
tanaman perkebuna selama ini telah mampu meningkatkan luas areal, produksi dan
produktifitas, namun belum mampu meningkatkan petani pada tingkat yang optimal,
dimana keuntungan selama ini lebih banyak dinikmati oleh pihak ketiga, untuk
itu perlu adanya perubahan yang menyuluruh, baik pada tingkat hulu, budidaya,
pengolahan dan pemasaran.
Hal
mendasar yang perlu mendapat perhatian adalah bagaimana mewujutkan perkebunan
yang bukan saja produktif, tetapi juga mampu mendistribusikan manfaat perkebunan
itu secara lebih merata, berkeadilan dan berkelanjutan pada semua sub-sistem
agribisnis melalui peningkatan fungsi kelembagaan.
III.
MASALAH DAN PEMECAHANNYA
Pemecahan
suatu masalah dapat dimulai dari identifikasi dan analisis masalah, penetapan program dan pelaksanaan kegiatan.
A.
Identifikasi dan Analisis Masalah
Kesejangan
antara program, kegiatan dan kinerja yang diinginkan merupakan masalah yang
harus segera mendapat perhatian pemecahannya. Kesejangan tersebut merupakan
hambatan yang potensial dan relatif kurang menguntungkan dalam upaya pengembangan kelembagaan
agribisnis yang berdampak pada pendapatan dan kesejahteraan petani.
Dalam penyelesaian
suatu masalah secara ilmiah perlu adanya pengkajian dan analisis yang lebih
mendalam terhadap penyebab timbulnya suatu masalah. Hal ini dapat dilakukan melalui Pendekatan
Metoda Pola Kerja Terpadu (PKT), dimana timbulnya suatu masalah disebabkan
karena adanya berbagai masalah lainnya yang dapat diidentifikasikan dalam suatu pohon
masalah.
Berdasarkan
pengkajian dan analisis yang lebih mendalam memberikan gambaran bahwa belum berfungsi kelembagaan agribisnis mengakibatkan
pendapatan yang diperoleh petani dari hasil komoditi kakao belum mencapai pada
tingkat yang optimal.
Pengkajian
lebih lanjut menunjukkan belum
berfungsinya kelembagaan agribisnis disebabkan karena :
§
Tingkat
pengetahuan/ketrampilan petani di bidang agrbisnis masih rendah.
§
Rendahnya
modal yang dimiliki kelembagaan agribisnis.
§
Belum
terjalinnya koordinasi yang baik antara
instansi terkait dan pelaku agribisnis.
§
Terbatasnya
petugas pembinaan lapangan kelembagaan agribisnis.
§
Kurangnya
sarana transportasi bagi petugas Pembina.
Dari kelima faktor penghambat yang telah
diuraikan akan dianalisis lebih lanjut satu per satu dibawah ini:
a. Tingkat pengetahuan/ketrampilan pelaku
agrbisnis masih rendah.
Rendahnya
pengetahun/ketrampilan pelaku agrbisnis disebabkan
karena semangat belajar yang rendah dan masih mengandalkan pada pengalaman yang
turun temurun dari sejak dahulu, motivasi yang rendah untuk mengembangkan usaha
yang lebih menguntungkan dan pendidikan yang rendah serta kurangnya pelatihan
bagi petugas dan pelaku agribisnis.
Rendahnya pengetahun/ketrampilan tidak hanya
mempengaruhi fungsi kelembagaan agribisnis, tetapi juga akan mempengaruhi
berbagai aspek lainnya seperti pengelolaan kebun, mutu hasil, pasca panen dan pemasaran hasil yang
pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat pendapatan yang dihasilkan.
b.
Rendahnya Modal yang dimiliki Kelembagaan Agribinis
Rendahnya
modal yang dimiliki kelembagaan agribisnis akan mempengaruhi pelaksanaan
kegiatan agribisnis terutama untuk
pengadaan sarana produksi dan agro-input
seperti pupuk, pestisida dan peralatan (cangkul, parang, hand sprayer
dan lain-lain).
Kegiatan agribisnis
komoditi kakao baru dapat berjalan dengan baik apabila ditunjang oleh modal
yang cukup, terutama untuk budidaya, pengolahan dan pemasaran, sehingga
pendapatan petani kakoa dapat ditingkatkan melalui peningkatan mutu hasil dan
adanya pembagian keuntungan yang lebih merata, saling membutuhkan, memperkuat
dan saling ketergantungan.
c. Belum terjalinnya koordinasi yang baik antara instansi terkait
dan pelaku agribisnis.
Belum terjalinnya
koordinasi yang baik kelembagaan agribisnis (kelompok tani, lembaga ekonomi,
asosiasi petani kakao) mengakibatkan
informasi yang disampaikan oleh petugas (instansi terkait) tidak sampai kepada
pelaku agribisnis, terutama menyangkut informasi perkembangan harga komoditi
kakao.
Kurangnya koordinasi dan
peranan kelembagaan agribisnis dalam
segala aspek disebabkan sebahagian besar kelembagaan agribisnis yang terbentuk saat ini adalah akibat adanya
bantuan dari pemerintah, bukan tumbuh dari kesadaran pelaku agribisnis sendiri,
sehingga ketika bantuan habis kegiatan kelembagaan agribisnis juga diabaikannya.
d.
Terbatasnya petugas pembina.
Dalam
rangka pencapaian sasaran pelaksanaan
kegiatan pengembangan tanaman kakao yang
telah diprogramkan pada setiap tahunnya, sehingga seluruh petugas lapangan yang
ada pada Subdin Perkebunan di Kabupaten Pidie diberikan tugas untuk
melaksanakan penyuluhan dan pembinaan terahadap calon petani untuk persiapan
lahan baru. Akibat jumlah petugas yang
sangat terbatas, maka kepada petugas yang ada itulah diberikan tugas tambahan
untuk melaksanakan pembinaan kelembagaan agribisnis, dengan demikian tugas yang
dibebankan kepada kegiatan tersebut merupakan tugas tambahan bagi petugas yang
bersangkutan.
e.
Kurangnya sarana transportasi bagi
petugas Pembina.
Lokasi
kegiatan perkebunan pada umumnya mempunyai jarak tempuh yng sangat jauh dari
tempat tinggal petugas Pembina, disamping itu lokasinya juga sangat terpencar.
Di samping
kondisi tersebut di atas ditambah dengan kondisi kenderaan roda-2 yang dimiliki
petugas saat ini juga sudah tidak layak pakai dan diantranya masih ada petugas
Pembina sampai saat ini belum memilki kenderaan roda dua.
Dari
kelima factor penghambat yang telah diuraikan setelah dianalis lebih lanjut
menunjukkan bahwa penyebab yang paling dominant belum berfungsinya kelembagaan
agribisnis adalah tingkat pengetahun/ketrampilan pelaku agribisnis yang masih rendah.
B. Pemecahan masalah
Berdasarkan
identifikasi masalah yang telah dikemukakan maka upaya pemecahan masalah diawali dengan penetapan
program dan pelaksanaan kegiatan.
1.
Penetapan
Program
Untuk
dapat mewujutkan tujuan dan sasaran dari pelaksanaan unsur-unsur tersebut di
atas maka diperlukan adanya program yang baik dan lengkap yang berkaitan dengan
masalah yang dihadapi diantaranya adalah Program Pengembangan Agribisnis Perkebunan.
Program
Pengembangan Agribisnis Perkebunan merupakan salah satu program Dinas
Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Pidie dalam upaya meningkatkan fungsi
kelembagaan aagribisnis, baik kelompok tani, koperasi, asosiasi dan kemitraan.
Program
kerja yang disusun dapat memuat semua kegaitan yang akan dilaksanakan beserta
biaya-biaya yang dibutuhkan, terutama dalam upaya meningkatkan fungsi
kelembagaan agribisnis perkebunan.
2. Pelaksanaan
Kegiatan
Mengacu
pada identifikasi dan program kerja, maka kelembagaan agribisnis dapat berfungsi secara baik dan efektif apabila :
§
Terwujutnya
peningkatan pengetahuan/ketrampilan petani dan pelaku agribisnis.
§
Terwujutnya
pembinaan yang baik dan efektif.
§
Tersedianya
modal yang dimiliki kelembagaan agribisnis.
§
Terjalinnya
koordinasi yang baik antara petani, kelembagaan agribisnis dan instansi terkait
§
Tersedianya
sarana transportasi bagi petugas Pembina
a.
Meningkatkan Pengetahuan dan Ketrampilan
petani dan Pelaku agribisnis.
Peningkatan
pengetahuan/ketrampilan petani dan pelaku agribisnis sangat penting dilakukan
untuk meningkatkan fungsi kelembagaan agribisnis, sehingga pendapatan petani
yang dihasilkan dapat lebih merata pada
berbagai tingkat sub-sistim agribisnis.
Upaya
peningkatan pengetahuan/ketrampilan para pelaku agribisnis dapat dilakukan
melalui pendidikan dan pelatihan agribisns, job training, penyuluhan dan studi
banding/karya wisata ketempat-tempat yang lebih berhasil dalam pelaksanan
agribisnis perkebunan.
b.
Meningkatkan Pembinaan.
Pembina
mempunyai tugas, fungsi dan wewenang untuk melaksanakan penumbuhan dan
pembinaan terhadap kelembagaan agribisnis pada wilayahnya masing-masing untuk
mewujutkan tujuan dan sasaran kegiatan.
Sesuai
dengan fungsi dan tugasnya maka tenaga pembina perlun meningkatkan frekswensi
pembinaannya dan koordinasi, agar lembaga agribisnis dapat berfungsi dan meningkatkan
kwalitasnya.
Sehubungan
dengan peningkatan frekwensi kunjungan Pembina kelapangan, maka perlu diseleksi
petugas yang berdedikasi tinggi, sehingga mobilitas kerja lembaga agribisnis
dapat ditingkatkan.
c.
Pemberian Bantuan Modal.
Keberhasilan
pengembangan kelembagaan agribisnis terutama kelompok tani akan memberi dampak yang sangat
luas bagi pertumbuhan ekonomi pedesaan, kerena meningkatnya pendapatan pelaku
agribisnis akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Dengan demikian
pembangunan perkebunan yang telah diprogramkan akan berhasil guna dan berdaya
guna.
Keberhasilan
ini tidak terlepas dari bantuan modal yang biberikan, baik dalam bentuk modal usaha, agro-input dan
peralatan/alsintan maupun upah kerja.
d.
Pengadaan Sarana Transfortasi Bagi Tanaga
Pembina.
Berhasilnya
pengembangan kelembagaan agribisnis sangat ditentukan oleh keberadaan tenaga
pembina pada lembaga-lembaga agribisnis, karena petugas selaku pembina harus
mampu merobah prilaku pelaku agribisnis yang tradisional kearah yang lebih
modern, maka untuk meningkatkan frekwensi kunjungan ke lapangan sangat perlukan
adanya pengadaan sarana transportasi (kenderaan roda dua) yang memadai bagi
petugas Pembina.
IV.
PENUTUP
Dari
uraian terdahulu yang berkaitan dengan peningkatan fungsi kelembagaan
agribisnis dapat disimpulkan dan disarankan sebagai berikut :
A.
Kesimpulan
1.
Pembinaan
kelembagaan agribisnis merupakan salah satu program kegiatan yang dilakukan melalui
Seksi Pengembangan Sumber Daya dan Bina Usaha Dinas Perkebunan dan
Kehutanan Kabupaten Pidie.
2.
Sasaran
peningkatan fungsi kelembagaan agribisnis diarahkan kepada tebentuknya pola
kemitraan antara petani produsen dengan pengusaha kecil dan besar maupun Koperasi,
terutama dalam penyediaan agro-input, permodalan dan pemasaran hasil yang pada
akhirnya dapat memberikan nilai tambah bagi petani maupun pelaku agribisnis.
3.
Upaya
peningkatan fungsi kelembagaan agribisnis dapat dilakukan melalui peningkatan
pengetahuan/ketampilan para pelaku agribisnis, pembinaan, koordinasi dan
bantuan modal dan sarana transportasi.
4.
Untuk
meningkatkan kinerja fungsi kelembagaan agribisnis dapat dilakukan melalui
penyediaan sumber daya yang handal dan pembentukan pola kemitraan antara petani
produden dengan pengusaha.
B. Saran-Saran
1.
Dalam
upaya peningkatan fungsi kelembagaan agrbisnis hendaknya perlu adanya
pemerataan pelatihan bagi kader Pembina dan pelaku agribisnis dalam lingkup
yang lebih luas.
2.
Pola
kemitraan antara petani prosusen dan pengusaha hendaknya perlu segera dibentuk,
terutama dalam penyediaan agro-input, modal
usaha , pengolahan dan pemasaran hasil.
3.
Peranan
pemerintah khususnya instansi terkait sangat diharapkan dalam membuat
kebijakan, penyediaan modal maupun pembinaan.
0 comments:
Post a Comment