Tuesday 5 March 2013

Contoh KARYA TULIS kenaikan pangkat : Peningkatan Fungsi Kelembagaan Agribisnis Komoditi Kakao pada Kasie Pengembangan Sumber Daya dan Bina Usaha Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Pidie



I.                 PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kakao termasuk salah satu komoditi yang telah membudaya dan sangat diminati masyarakat pada saat ini, terutama di Kabupaten Pidie, karena mimiliki nilai strategis, baik sebagai sumber pendapatan, kesempatan kerja  maupun pelestarian lingkungan hidup.
Pengembangan tanaman kakao di Kabupaten Pidie telah mampu meningkatkan luas areal, produksi dan produktivitas, namun belum mampu meningkatkan pendapatan petani pada tingkat yang optimal, karena belum  adanya kebersamaan usaha yang saling membutuhkan, memperkuat dan saling menguntungkan.  Untuk itu diperlukan adanya reorientasi pembangunan perkebunan secara menyeluruh, baik pada tingkat hulu, budidaya maupun pengolahan dan pemasaran.
Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk mengatasi hal tersebut adalah melalui  peningkatan fungsi kelembagaan agribisnis yang saling menguntungkan atas dasar kebersamaan ekonomi  untuk meningkatkan pendapatan petani pekebun dan pelaku usaha yang selaras, berkeadilan dan menjamin kemantapan usaha yang harmonis dan berkesinambungan.


Peningkatan fungsi kelambagaan agribisnis mencakup aspek yang sangat luas dengan melibatkan banyak pelaku agribisnis mulai dari pengadaan agro-input, pengelolaan usahatani (proses produksi),  pengolahan maupun pemasaran.
Permasalahan dan tantangan tersebut kiranya perlu diantisipasi oleh perumus kebijakan, pengambilan keputusan dan pelaku agribisnis antara lain melalui peningkatan fungsi kelembagaan agribisnis yang saling menguntungkan.
Sejalan dengan paradigma baru dimana sasaran pembangunan perkebunan tidak lagi diarahkan dan tertumpu pada peningkatan produksi semata, namun lebih diperluas untuk meraih peluang dan membina kelembagaan agribisnis dan peningkatan pangsa pasar, di samping meningkatkan efisiensi, mengatur sistim distribusi hasil, penyediaan bahan baku industri, mengurangi kesenjangan serta peran palaku usaha sebagai mitra kerja yang saling menguntungkan.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas penulis mencoba mengkaji dan menyajikan dalam bentuk karya tulis dalam upaya Peningkatan Fungsi Kelembagaan Agribisnis  Komoditi Kakao pada Kasie Pengembangan Sumber Daya dan Bina Usaha Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Pidie.



B.    Perumusan Masalah
Pengembangan kelembagaan agribisnis dinilai belum  berhasil ditandai  dari tingkat pendapatan  petani kakao yang masih rendah dan keuntungan yang diperoleh sebahagian besar dinikmati oleh pihak ketiga, hal ini antara lain akibat belum berfungsi kelembagaan agribisnis secara optimal dan efektif.
Belum berfungsinya kelembagaan agribisnis komoditi kakao antara lain disebabkan tingkat pengetahuan/ketrampilan pelaku agribisnis dan petani yang masih rendah, kurangnnya pembinaan, rendahnya modal dan belum terjalinnya koordinasi yang baik antara instansi terkait dengan pelaku agribisnis dan petani.
C.    Tujuan dan Sasaran
Mengaju pada permasalahan yang telah dikemukan, maka tujuan yang ingin dicapai adalah :
1.         Terwujutnya fungsi kelembagaan agribisnis dengan azas kebersamaan dalam bentuk pola kemitraan yang dapat memberikan nilai tambah yang adil diantara pelaku agribisnis, baik dalam penyediaan agro-input, modal, pengolahan dan pemasaran..
2.           Meningkatkan pendapatan melalui peningkatan produktivitas (on farm) dan penganeka ragaman produk (off farm) tanaman kakao.
3.           Terwujutnya peningkatan pengetahuan/ketrampilan pembina dan pelaku agribisnis perkebunan
4.           Terbentunya Asosiasi petani kakao di Kabupaten Pidie dalam bentuk kebersamaan usaha yang saling menguntungkan.
D.   Metoda Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penulisan Karya Tulis ini dilakukan secara deskriptif, yaitu melalui tinjauan pustaka dan data objektif berdasarkan pengalaman penulis dalan melaksanakan tugas pada seksi Pengembangan Suber Daya dan Bina Usaha pada Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Pidie.


II.               TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Agribisnis merupakan kegiatan-kegiatan di sektor perkebunan yang saling menguntungkan pada berbagai sub-sistim agribisnis mulai dari penyediaan agro-input, proses produksi, penanganan pasca panen, pengolahan dan pemasaran.
Kelembagaan merupakan wadah tempat berhimpunnya pelaku-pelaku agribisnis seperti kelompok tani, koperasi, asosiasi petani, pedagang dan kemitraan.
Kelembagaan agribisnis yang dimaksudkan adalah pelaku-pelaku agribisnis yang terdiri dari petani pekebun/kelompok tani, asosiasi petani, koperasi, swasta, PBSN dan BUMN yang terlibat dalam proses produksi dan pemasaran hasil perkebunan.
B.    Visi dan Misi Organisasi
Merumuskan visi dan misi dalam sebuah organisasi, lembaga dan santuan kerja sangatlah penting artinya dalam menentukan kebijakan berdasarkan nilai strategis untuk mewujutkan tujuan dan sasaran, baik jangka pendek maupun jangka panjang.


1.           Visi
a.            Terwujutnya masyarakat sejahtera berdasarkan tuntutan islami didukung sumber daya manusia yang berkwalitas.
b.            Terwujutnya pembangunan sistem dan usaha agribisnis perkebunan yang efisien, produktif dan berdaya saing tinggi untuk sebesar-besarnya manfaat bagi kemakmmuran rakyat khusunya petani pekebun.
2.          Misi
a.            Meningkatnya pendapatan dan taraf hidup petani terutama yang berada di bawah garis kemiskinan.
b.            Meningkatnya daya dukung lahan agar produktivitasnya dapat dioptimalkan.
c.             Meningkatnya mutu hutan dan lahan kering serta  lingkungannya secara berkelanjutan.
d.            Memberdayakan masyarakat pekebun dan menciptakan system kelembagaa agribisnis berbasis  perkebunan.
e.            Mengembangkan budaya indudtri sebagai landasan untuk kemajuan usaha perkebunan.
f.              Meningkatkan profesionalisme pegawai dan petugas melalui pendidikan dan pelatihan



C.    Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2001, Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Pidie mempunyai tugas pokok dan fungsi adalah melaksanakan sebagian wewenang Pemerintah Kabupaten Pidie di bidang Perkebunan, Kehutanan dan Konservasi Tanah.
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Pidie terdiri dari Kepala Dinas, Bagian Tata Usaha, Subdin Program, Subdin Perkebunan, Subdin Kehutanan, Subdin Konservasi, Cabang Dinas, Unit Pelaksana Teknis dan Kelompok Jabatan Fungsional.
Seksi Pengembangan Sumber Daya dan Bina Usaha merupakan salah satu Seksi yang berada di bawah Sub Dinas Perkebunan yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Bupati Nomor 104 tanggal 19 Juni Tahun 2001 yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebahagian wewenang Sub Dinas Perkebunan dalam bidang pengembangan sumber daya dan bina usaha perkebunan.
D.   Tugas Seksi Sumber Daya dan Bina Usaha.
1.       Melaksanakan perencanaan, bimbingan dan pengawasan pemanfaatan sumber daya dan sarana usaha serta pembinaan kelembagaan agribisnis.
2.      Melaksanakan pelayanan perizinan dan informasi komoditi potensial.
3.      Melaksanakan pengawasan mutu hasil dan penyampaian informasi data/harga pasar.
4.      Melaksanakan bimbingan dan pengawasan pemanfaatan sumber daya yang dikaitkan dengan analisis dampak lingkugan.
5.      Melaksanakan bimbingan di bidang kelembagaan dan agribisnis serta penyebaran informasi manajemen usaha perkebunan.
6.      Melaksanakan bimbingan dan pengawasan serta penerapan teknologi pengolahan hasil, pegumpulan dan penyampaian informasi biaya produksi, informasi pasar hasil perkebunan dan standarisasi mutu hasil perkebunan.
7.      Melaksanakan tugas-tugas  lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan bidang tugas.
E.    Program dan Kegiatan Organisasi
Dalam upaya mewujutkan visi dan misi sesuai dengan tugas dan fungsi Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Pidie yang dituangkan dalam Rencana Strategis  (Restra) dan Rencana Kerja Tahunan memiliki program dan kegiatan sebagai berikut:
1.       Program Pengembangan dan Pembinaan Perkebunan Rakyat (P3R), kegiatan yang dilakukan berkaitan dengan pengembangan tanaman perkebunan dan pembinaan.


2.      Program Pengembangan Sarana dan Prasarana Perkebunan (PSSP), kegiatan yang dilakukan berkaitan dengan pengembangan kebun entrys, bibit dan pengembangan perkebunan untuk pontren, masjid dan manasah.
3.      Program Pengembangan Agribisnis, kegiatan yang dilakukan Pengembangan Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (KIMBUN) dalam  peningkatan fungsi kelembagaan agribisnis  dalam bentuk pendidikan/pelatihan, pembinaan kelompok tani, asosiasi dan kemitraan serta  pembinaan mutu hasil, pengolahan dan pemasaran hasil dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
4.      Program Pemberdayaan Ekonomi, kegiatan yang dilakukan dalam bentuk Rehabiltasi dan Rekontruksi Perkebunan yang berkaitan dengan rehabilitasi kebun dan pengadaan sarana dan prasarana yang  rusak akibat gempa dan tsunami dalam upaya meningkatkan pendaptan petani.
E.   Gambaran Keadaan Sekarang
Gambaran keadaan sekarang merupakan deskriptif yang menggambarakan kenyataan  yang terjadi pada saat ini berupa kegiatan yang dilakukan dalam mewujutkan tujuan dan sasaran   sub-sektor perkebunan dalam pengembangan tanaman kakao.
Pengembangan tanaman kakao di Kabupaten Pidie telah dikembangkan sejak tahun delapan puluhan melalui Proyek PRPTE, bantuan yang diberikan adalah dalam bentuk kredit dan hingga kini terus berkembang, baik dalam bentuk swadaya murni, swadaya berbantuan, pola parsial maupun bantuan BRR.   Luas tanaman kakao samapai tahun 2007 mencapai 5.489 Ha, produksi 1.457 Ton dan petani yang mengusahakan 8.476 KK yang tersebar pada 12 kecamatan di Kabupaten Pidie dengan wilayah yang paling potensial pengembangannya di Kabupaten Pidie adalah pada kecamatan Glumpang tiga, Keumala, Tangse, Geumpang, Padang Tiji, Tiro/Trusep dan Sakti.
Swadaya murni dikembangkan petani tanpa adanya bantuan dari pemerintah,  swadaya berbantuan mendapat bantuan dari pemerintah dalam bentuk bibit, pupuk, pestisida dan peralatan, sedangkan pola parsial hanya diberikan bantuan bibit.    Selanjutnya  melalui BRR juga telah dilaksanakan kegiatan dalam bentuk pengembangan dan rahabiltasi tanaman kakao yang rusak akibat gempa dan tsunami yang dimulai sejak tahun 2006.
Selain perkebunan rakyat dimana pengembangan tanaman kakao juga dilakukan oleh Perusahaan Besar Swasta Nasional (PBSN)  yaitu oleh PT. Gotong Royong yang berlokasi di Kecamatan Ulim dan Meureudu dengan luas areal 139 Ha, namun akibat komplik yang berkepanjangan sehingga kebun tersebut mejadi terlantar.
Pengembangan tanaman perkebuna selama ini telah mampu meningkatkan luas areal, produksi dan produktifitas, namun belum mampu meningkatkan petani pada tingkat yang optimal, dimana keuntungan selama ini lebih banyak dinikmati oleh pihak ketiga, untuk itu perlu adanya perubahan yang menyuluruh, baik pada tingkat hulu, budidaya, pengolahan dan pemasaran.
Hal mendasar yang perlu mendapat perhatian adalah bagaimana mewujutkan perkebunan yang bukan saja produktif, tetapi juga mampu mendistribusikan manfaat perkebunan itu secara lebih merata, berkeadilan dan berkelanjutan pada semua sub-sistem agribisnis melalui peningkatan fungsi kelembagaan.


III.           MASALAH DAN PEMECAHANNYA
Pemecahan suatu masalah dapat dimulai dari identifikasi dan analisis masalah, penetapan  program dan pelaksanaan kegiatan.
A. Identifikasi dan Analisis Masalah
Kesejangan antara program, kegiatan dan kinerja yang diinginkan merupakan masalah yang harus segera mendapat perhatian pemecahannya. Kesejangan tersebut merupakan hambatan yang potensial dan relatif kurang menguntungkan  dalam upaya pengembangan kelembagaan agribisnis yang berdampak pada pendapatan dan kesejahteraan petani.
Dalam penyelesaian suatu masalah secara ilmiah perlu adanya pengkajian dan analisis yang lebih mendalam terhadap penyebab timbulnya suatu masalah.  Hal ini dapat dilakukan melalui Pendekatan Metoda Pola Kerja Terpadu (PKT), dimana timbulnya suatu masalah disebabkan karena adanya berbagai masalah lainnya  yang dapat diidentifikasikan dalam suatu pohon masalah.
Berdasarkan pengkajian dan analisis yang lebih mendalam memberikan gambaran  bahwa belum berfungsi kelembagaan agribisnis mengakibatkan pendapatan yang diperoleh petani dari hasil komoditi kakao belum mencapai pada tingkat yang optimal.


Pengkajian lebih lanjut menunjukkan belum  berfungsinya kelembagaan agribisnis disebabkan karena :
§   Tingkat pengetahuan/ketrampilan petani di bidang agrbisnis masih rendah.
§   Rendahnya modal yang dimiliki kelembagaan agribisnis.
§   Belum terjalinnya  koordinasi yang baik antara instansi terkait dan pelaku agribisnis.
§   Terbatasnya petugas pembinaan lapangan kelembagaan agribisnis.
§   Kurangnya sarana transportasi bagi petugas Pembina.
Dari kelima faktor penghambat yang telah diuraikan akan dianalisis lebih lanjut satu per satu dibawah ini:
a. Tingkat pengetahuan/ketrampilan pelaku agrbisnis masih rendah.
Rendahnya pengetahun/ketrampilan pelaku agrbisnis  disebabkan karena semangat belajar yang rendah dan masih mengandalkan pada pengalaman yang turun temurun dari sejak dahulu, motivasi yang rendah untuk mengembangkan usaha yang lebih menguntungkan dan pendidikan yang rendah serta kurangnya pelatihan bagi petugas dan pelaku agribisnis.
 Rendahnya pengetahun/ketrampilan tidak hanya mempengaruhi fungsi kelembagaan agribisnis, tetapi juga akan mempengaruhi berbagai aspek lainnya seperti pengelolaan kebun, mutu  hasil, pasca panen dan pemasaran hasil yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat pendapatan  yang dihasilkan.
b. Rendahnya Modal yang dimiliki Kelembagaan Agribinis
Rendahnya modal yang dimiliki kelembagaan agribisnis akan mempengaruhi pelaksanaan kegiatan agribisnis  terutama untuk pengadaan sarana produksi dan agro-input  seperti pupuk, pestisida dan peralatan (cangkul, parang, hand sprayer dan lain-lain).
Kegiatan agribisnis komoditi kakao baru dapat berjalan dengan baik apabila ditunjang oleh modal yang cukup, terutama untuk budidaya, pengolahan dan pemasaran, sehingga pendapatan petani kakoa dapat ditingkatkan melalui peningkatan mutu hasil dan adanya pembagian keuntungan yang lebih merata, saling membutuhkan, memperkuat dan saling ketergantungan.
c. Belum terjalinnya  koordinasi yang baik antara instansi terkait dan pelaku agribisnis.
Belum terjalinnya koordinasi yang baik kelembagaan agribisnis (kelompok tani, lembaga ekonomi, asosiasi petani kakao)  mengakibatkan informasi yang disampaikan oleh petugas (instansi terkait) tidak sampai kepada pelaku agribisnis, terutama menyangkut informasi perkembangan harga komoditi kakao.
Kurangnya koordinasi dan peranan kelembagaan agribisnis  dalam segala aspek disebabkan sebahagian besar kelembagaan agribisnis  yang terbentuk saat ini adalah akibat adanya bantuan dari pemerintah, bukan tumbuh dari kesadaran pelaku agribisnis sendiri, sehingga ketika bantuan habis kegiatan kelembagaan agribisnis juga diabaikannya.
d.    Terbatasnya petugas pembina.
Dalam rangka pencapaian sasaran  pelaksanaan kegiatan pengembangan  tanaman kakao yang telah diprogramkan pada setiap tahunnya, sehingga seluruh petugas lapangan yang ada pada Subdin Perkebunan di Kabupaten Pidie diberikan tugas untuk melaksanakan penyuluhan dan pembinaan terahadap calon petani untuk persiapan lahan baru.   Akibat jumlah petugas yang sangat terbatas, maka kepada petugas yang ada itulah diberikan tugas tambahan untuk melaksanakan pembinaan kelembagaan agribisnis, dengan demikian tugas yang dibebankan kepada kegiatan tersebut merupakan tugas tambahan bagi petugas yang bersangkutan.
e.     Kurangnya sarana transportasi bagi petugas Pembina.
Lokasi kegiatan perkebunan pada umumnya mempunyai jarak tempuh yng sangat jauh dari tempat tinggal petugas Pembina, disamping itu lokasinya juga sangat terpencar.
Di samping kondisi tersebut di atas ditambah dengan kondisi kenderaan roda-2 yang dimiliki petugas saat ini juga sudah tidak layak pakai dan diantranya masih ada petugas Pembina sampai saat ini belum memilki kenderaan roda dua.
Dari kelima factor penghambat yang telah diuraikan setelah dianalis lebih lanjut menunjukkan bahwa penyebab yang paling dominant belum berfungsinya kelembagaan agribisnis adalah tingkat pengetahun/ketrampilan pelaku agribisnis  yang masih rendah.
B.  Pemecahan masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan maka upaya  pemecahan masalah diawali dengan penetapan program dan pelaksanaan kegiatan.
1.     Penetapan Program
Untuk dapat mewujutkan tujuan dan sasaran dari pelaksanaan unsur-unsur tersebut di atas maka diperlukan adanya program yang baik dan lengkap yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi diantaranya adalah Program Pengembangan Agribisnis Perkebunan.
Program Pengembangan Agribisnis Perkebunan merupakan salah satu program Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Pidie dalam upaya meningkatkan fungsi kelembagaan aagribisnis, baik kelompok tani, koperasi, asosiasi dan kemitraan.
Program kerja yang disusun dapat memuat semua kegaitan yang akan dilaksanakan beserta biaya-biaya yang dibutuhkan, terutama dalam upaya meningkatkan fungsi kelembagaan agribisnis perkebunan.
2.     Pelaksanaan Kegiatan
Mengacu pada identifikasi dan program kerja, maka kelembagaan agribisnis  dapat berfungsi secara baik dan efektif  apabila :
§  Terwujutnya peningkatan pengetahuan/ketrampilan petani dan pelaku agribisnis.
§  Terwujutnya pembinaan yang baik dan efektif.
§  Tersedianya modal yang dimiliki kelembagaan agribisnis.
§  Terjalinnya koordinasi yang baik antara petani, kelembagaan agribisnis dan instansi terkait
§  Tersedianya sarana transportasi bagi petugas Pembina
a.    Meningkatkan Pengetahuan dan Ketrampilan petani dan Pelaku agribisnis.
Peningkatan pengetahuan/ketrampilan petani dan pelaku agribisnis sangat penting dilakukan untuk meningkatkan fungsi kelembagaan agribisnis, sehingga pendapatan petani yang dihasilkan dapat lebih  merata pada berbagai tingkat sub-sistim agribisnis.
Upaya peningkatan pengetahuan/ketrampilan para pelaku agribisnis dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan agribisns, job training, penyuluhan dan studi banding/karya wisata ketempat-tempat yang lebih berhasil dalam pelaksanan agribisnis perkebunan.
b.     Meningkatkan Pembinaan.
Pembina mempunyai tugas, fungsi dan wewenang untuk melaksanakan penumbuhan dan pembinaan terhadap kelembagaan agribisnis pada wilayahnya masing-masing untuk mewujutkan tujuan dan sasaran kegiatan.  
Sesuai dengan fungsi dan tugasnya maka tenaga pembina perlun meningkatkan frekswensi pembinaannya dan koordinasi, agar lembaga agribisnis dapat berfungsi dan meningkatkan kwalitasnya.
Sehubungan dengan peningkatan frekwensi kunjungan Pembina kelapangan, maka perlu diseleksi petugas yang berdedikasi tinggi, sehingga mobilitas kerja lembaga agribisnis dapat ditingkatkan.
c.        Pemberian Bantuan Modal.
Keberhasilan  pengembangan kelembagaan agribisnis terutama  kelompok tani akan memberi dampak yang sangat luas bagi pertumbuhan ekonomi pedesaan, kerena meningkatnya pendapatan pelaku agribisnis akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Dengan demikian pembangunan perkebunan yang telah diprogramkan akan berhasil guna dan berdaya guna.
Keberhasilan ini tidak terlepas dari bantuan modal yang biberikan, baik  dalam bentuk modal usaha, agro-input dan peralatan/alsintan maupun upah kerja.
d.       Pengadaan Sarana Transfortasi Bagi Tanaga Pembina.
Berhasilnya pengembangan kelembagaan agribisnis sangat ditentukan oleh keberadaan tenaga pembina pada lembaga-lembaga agribisnis, karena petugas selaku pembina harus mampu merobah prilaku pelaku agribisnis yang tradisional kearah yang lebih modern, maka untuk meningkatkan frekwensi kunjungan ke lapangan sangat perlukan adanya pengadaan sarana transportasi (kenderaan roda dua) yang memadai bagi petugas Pembina.


IV.           PENUTUP
Dari uraian terdahulu yang berkaitan dengan peningkatan fungsi kelembagaan agribisnis dapat disimpulkan dan disarankan sebagai berikut :
A.    Kesimpulan
1.             Pembinaan kelembagaan agribisnis merupakan salah satu program kegiatan yang dilakukan melalui Seksi Pengembangan Sumber Daya dan Bina Usaha Dinas Perkebunan dan Kehutanan  Kabupaten Pidie.
2.            Sasaran peningkatan fungsi kelembagaan agribisnis diarahkan kepada tebentuknya pola kemitraan antara petani produsen dengan pengusaha kecil dan besar maupun Koperasi, terutama dalam penyediaan agro-input, permodalan dan pemasaran hasil yang pada akhirnya dapat memberikan nilai tambah bagi petani maupun pelaku agribisnis.
3.            Upaya peningkatan fungsi kelembagaan agribisnis dapat dilakukan melalui peningkatan pengetahuan/ketampilan para pelaku agribisnis, pembinaan, koordinasi dan bantuan modal dan sarana transportasi.
4.            Untuk meningkatkan kinerja fungsi kelembagaan agribisnis dapat dilakukan melalui penyediaan sumber daya yang handal dan pembentukan pola kemitraan antara petani produden dengan pengusaha.


B.    Saran-Saran
1.             Dalam upaya peningkatan fungsi kelembagaan agrbisnis hendaknya perlu adanya pemerataan pelatihan bagi kader Pembina dan pelaku agribisnis dalam lingkup yang lebih luas.
2.            Pola kemitraan antara petani prosusen dan pengusaha hendaknya perlu segera dibentuk, terutama dalam penyediaan agro-input,  modal usaha , pengolahan dan pemasaran hasil.
3.            Peranan pemerintah khususnya instansi terkait sangat diharapkan dalam membuat kebijakan, penyediaan modal maupun pembinaan.


0 comments:

Post a Comment

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes